Apple Music, dan Kenapa Aku Gak Akan Lanjut Berlangganan

Apple Music, salah satu opsi streaming musik daring besutan Apple ini merupakan sebuah layanan yang sempat buat aku tertarik selama 1 bulan kebelakang. Tawaran Hi-res Lossless audio yang dimiliki Apple ini tergolong cukup murah dibanding yang ditawarkan oleh Deezer dan Tidal. Tetapi sayangnya Apple gagal dalam menarik hatiku untuk masuk ke the holy garden wall of Apple Ecosystem.

Kenapa sih? Berikut ini alasanku tidak melanjutkan untuk berlangganan ke Apple Music menurut pandangan non-Apple Fanboy.

Masih Cukup Mahal Dibanding Kompetitor

Apple Music memang merupakan salah satu layanan streaming musik dalam format Lossless Hi-res yang lumayan murah dibandingkan Deezer dan Tidal. Namun dengan kompetitor yang lebih masuk akal disaingi seperti Youtube Music dan Spotify, rasanya apa yang ditawarkan oleh perusahaan apel yang tergigit ini tidak sebanding menurutku dengan apa yang ditawarkan Youtube Music dan Spotify.

Berlangganan Youtube Music menurutku masih lebih masuk akal untuk kalangan banyak dikarenakan selain sudah satu paket dengan Youtube Premium, pustaka musik yang ada di Youtube Music juga lebih luas dibandingkan dengan Apple Music dikarenakan adanya Cover Song, Live Performance, dan juga MV yang langsung terintegrasi.

Sedangkan untuk Spotify sendiri, aku lebih kepincut karena biaya langganan Soptify itu memiliki sistem Harian dan Mingguan, jadi gak harus berlangganan selama 1 bulan penuh. Spotify juga memiliki jagoannya sendiri dengan Podcast eksklusif yang banyak bahas topik menarik dari berbagai genre dan berbagai penyiar ternama. 

To be fair, Apple juga memiliki beberapa konten yang enggak ada dari 2 nama besar diatas. Apple memiliki Radio eksklusif yang menarik seperti Zane Lowe dan Apple Music 1, dan juga dapat terhubung ke beberapa radio nasional di Indonesia seperti Prambors, Ardan, Kiss, Sonora, dll.

Klien Perangkat Non-Apple Yang Belum Optimal

Klien Apple Music di perangkat non-Apple adalah sebuah mimpi buruk, asli. Di Windows, kita gak bisa pindah ke lagu sebelumnya yang ada di Station, yang dimana ini dapat dilakukan di klien Android. Klien Android juga tergolong yang paling kaku dari Spotify maupun Youtube Music, belum lagi tema aplikasi yang defaultnya Mode Terang yang kadang kalo udah kelogout itu akun, bakal jadi flashbang di malam hari. Ini bukan berarti kliennya buruk untuk kedua OS tersebut, tapi ya agak nitpicking aku kalo udah soal ini. Sama minus lagi satu, klien Web gak bisa nikmatin lossless, tapi yaudah lah ya.

Untuk experience pemakaian di Linux juga kurang nyaman dikarenakan hanya bisa via Web, dan web-nya saja tergolong lumayan lambat untuk loadtimenya dibanding 2 layanan streaming tadi. Ini juga satu drawbacks paling besar yang aku gak suka dan mengurungkan niat untuk melanjutkan berlangganan setelah trialnya habis.

Kesimpulan

Aku bakal rekomendasiin Apple Music buat kalian yang udah punya produk dari Apple atau orang audiophile yang males unduh musik (atau ga mau unduh musik ilegal). Untuk harga di kelasnya, ini sangat worth it. Tapi untuk sisanya, menurutku masih lebih baik Youtube Music ataupun Spotify sih. Kemungkinan untuk kembali? Ada, dan sangat besar, karena layanan streaming yang Apple tawarkan ini sangat menarik namun user experience yang aku dapatkan untuk saat ini dan konten yang ditawarkan masih kalah menarik dibanding kompetitornya.